17 Juni 2009

St. Eugenius de Mazenod : Bapa Pendiri Kongregasi OMI ( 5 )


Eugenius – Pastor Muda



Eugenius ditahbiskan sebagai imam pada tanggal 21 Desember 1811 di Katedral Amiens. Yang menahbiskan adalah uskup Jean-Francois de Demandolx, seorang sahabat keluarga dan berasal dari Provence. Ini bukan KKN lho. Tetapi demi menghindari penahbisan oleh Kardinal Maury, Uskup Agung Paris. Eugenius memandang uskup Maury sebagai “antek” Napoleon dan penunjukannya oleh kaisar sebagai tidak sah / cacat karena tanpa persetujuan dari Paus.
Setelah tahbisan, ia mulai berkarya sebagai pembimbing di seminari St.Sulpice. Eugenius mau diutus ke tempat itu mengingat para pembimbing seminari (para Sulpician) diusir berdasarkan keputusan kaisar. Sebenarnya uskup Demandolx menawarinya menjadi wakilnya. Namun Eugenius menahan diri untuk tidak menerima tawaran yang prestisius itu. Ia ingin lebih membaktikan diri secara penuh dan luas bagi pelayanan kepada orang miskin dan sederhana.
Kurang dari setahun Eugenius bekerja di seminari. Pada minggu terakhir bulan Oktober 1812, ia kembali ke Aix dan tinggal di rumah ibunya. Kepada uskup Aix, dalam suratnya beberapa bulan yang lalu, ia telah mengungkapkan rencananya untuk melaksanakan karya kerasulan bagi orang-orang miskin dan anak-anak. Uskup bersedia memberikan kepadanya kesempatan untuk mewujudkan rencana tersebut sekalipun sebenarnya keuskupan juga kekurangan imam untuk pelayanan paroki.
Eugenius memerlukan waktu persiapan selama empat setengah bulan dengan rekoleksi dan studi yang mendalam agar dapat melihat dengan lebih jelas keadaan kaum miskin di keuskupannya beserta kebutuhan mereka. Dalam persiapannya itu, Eugenius ditemani oleh bruder Maur, seorang trappist yang sedang menunggu dibukanya kembali biaranya. Mereka telah saling mengenal ketika masih di seminari St.Sulpice. Ini menjadi pengalaman Eugenius yang pertama kalinya hidup bersama dengan seorang bruder. (Kelak bruder itu menjadi anggota kongregasinya.). Mereka berdua tinggal di rumah ibu Eugenius di jalan Papassaudi dan “kebun” milik keluarga di pinggiran kota Aix. Adapun acara harian rutin mereka adalah :
04.30 : Bangun
05.00 : Doa bersama, dilanjutkan meditasi dan bacaan singkat dari kitab suci
06.00 : Misa, Doa syukur, dan pendarasan offisi; Bacaan ttg kemartiran dan setengah jam kitab suci; Studi ; Ibadat offisi siang sebelum makan; Makan siang, dilanjutkan ibadat offisi, kemudian studi teologi
14.00 : Ibadat offisi
16.30 : Vespers dan Pemeriksaan Batin (particular examen)
17.00 : Makan malam
19.00 : Visitasi Sakramen Mahakudus; Merenung Bacaan khusus
21.00 : Ibadat offisi sore; dilanjutkan bacaan rohani bersama selama setengah jam.
22.00 : Doa malam dan istirahat

Akhirnya Eugenius me-“launching” karya pelayanannya dengan berkotbah bagi umat biasa di gereja Medeleine, Aix pada hari minggu pertama masa prapaska tahun 1813 ( red : ini mengingatkan saya pada Yesus yang berkotbah di kenisah Nazareth setelah sepulang dari retret di padang gurun ). Kotbah dalam bahasa Provencal itu dihadiri oleh banyak umat dari lapisan kelas bawah. Dalam kotbahnya itu, Pastor Eugenius menyampaikan instruksi-instruksi informal bagi para tukang, pembantu rumah tangga dan orang miskin lainnya.
Eugenius ingin menujukan karya kerasulannya bagi mereka yang miskin dan terlantar. Mereka ini adalah 1) kelompok para tukang, pembantu rumah tangga, kaum papa ; 2) muda-mudi Aix ; 3) tahanan, baik tawanan biasa maupun tawanan perang.

Sebaiknya diketahui bahwa pada masa itu pendidikan dikontrol oleh Negara. Para imam hanya boleh mengajar ketekese. Pemerintah juga melarang segala bentuk perkumpulan pemuda. Akibatnya mereka menjadi kelompok yang miskin dalam segi rohani. Maka Eugenius mulai mengumpulkan beberapa remaja. Kumpulan itu diberi nama Holy Association of Christian Youth ( Perkumpulan Kudus Pemuda Kristiani). Nama ini tidak pernah dipakai di depan umum lho. Perkumpulan ini mulai bertemu pada Minggu pertama setelah Paska tahun 1813. Perkumpulan ini dipercayakan di bawah lindungan Perawan Maria yang Dikandung tanpa Noda. Cara berkumpul mereka pun mengesankan spontan dan biasa-biasa saja. Awalnya hanya 6 anak yang datang. Pada th 1817, jumlah yang ikut mencapai 300 remaja. Tiap pertemuan berisi permainan dan olah raga diselingi dengan berdoa bersama dan pengajaran kristiani. Kelompok ini mempunyai devosi yang kuat kepada Bunda Maria
Dulu sepulang dari pengasingan, Eugenius melibatkan diri dalam asosiasi pelayanan kasih yang bekerja bagi para tahanan. Maka tentu saja ia tahu betul bagaimana keadaan penjara dan apa saja yang terjadi di dalamnya. Pengalaman itu memang membekas dalam hatinya. Berbeda dengan pandangan kaum Jansen yang menganggap para tawanan tidak layak menyambut komuni, Eugenius sebaliknya bukan saja memberikan komuni, tetapi bahkan merayakan misa bersama mereka. ( Karena begitu besar semangat merasulnya di penjara, Eugenius sendiri terjangkit tipus yang amat parah, sampai perlu juga menerima sakramen minyak suci.)
Eugenius’s typhus had a salutary effect,” demikian tulis Alfred A. Hubenig OMI dalam bukunya yang berjudul Living in the Spirit’s Fire (pg.61). Peristiwa itu menyadarkannya bahwa demi suatu pelayanan yang efektif, ia tidak dapat bekerja sendirian. Ia membutuhkan sebuah kelompok rekan kerja – sebuah komunitas imam yang sependirian-sependapat.

20 Maret 2009

Santo Eugenius de Mazenod : Bapa Pendiri Kongregasi OMI ( 4 )


Lahirnya Misionaris dari Provence



Selama kurang lebih tiga tahun, Eugenius menjalankan karya pelayanan bagi kaum miskin, kaum muda dan para tahanan.
Setelah menyadari bahwa karya kerasulan macam itu akan lebih efektif bila tidak dikerjakan sendirian, Eugenius mulai mencari teman. Meski tidak mudah, akhirnya toh bisa mendapatkan 4 teman, yaitu Henri Tempier 26 th, Jean-Francois Deblieu 26 th, Auguste Icard 25 th, dan Pierre Nolasque Mie 47 th.

Pada tanggal 25 Januari 1816, pada pesta Pertobatan Santo Paulus, mereka mulai sebuah komunitas –yang terdiri dari beberapa imam projo- yang diberi nama Misionaris dari Provence. Pada tanggal itu pula mereka menulis dan menandatangani surat permohonan kepada Vikjen Keuskupan Aix bagi berdirinya kelompok itu. Adapun tujuan kelompok itu adalah : 1) untuk menjalankan misi demi “mengkristenkan kembali” kota-kota kecil dan desa-desa dalam wilayah Provence yang hampir seluruhnya kehilangan iman mereka ; 2) untuk “membentuk sebuah komunitas misionaris yang mempunyai sebuah aturan tertentu, sehingga mereka dapat melayani keuskupan dan pada saat yang bersamaan mengusahakan kesucian mereka seturut dengan panggilan khusus ini”.

Tanggal 29 Januari 1816, Vikjen mengabulkan permohonan mereka. Maka secara hukum, kelompok ini di bawah kewenangan ordinaris keuskupan.
Setelah pengesahan tersebut, mereka menjalani retret selama 10 hari sebagai persiapan pertama misi paroki, yang akan mereka mulai pada tanggal 11 Februari di sebuah tempat yang bernama Grans.

10 Maret 2009

Santo Eugenius : Bapa Pendiri Kongregasi OMI ( 3 )


Menjadi Imam dan Berkarya di Kota Kelahirannya



Eugenius ditahbiskan sebagai imam pada tanggal 21 Desember 1811 di Katedral Amiens. Yang menahbiskannya adalah uskup Jean-Francois de Demandolx, seorang sahabat keluarga dan berasal dari Provence. Ini bukan KKN lho. Tetapi hal ini demi menghindari penahbisan oleh Kardinal Maury, Uskup Agung Paris. Eugenius memandang uskup Maury sebagai “antek” Napoleon dan penunjukannya oleh kaisar sebagai tidak sah / cacat karena tanpa persetujuan dari Paus.
Setelah tahbisan, ia mulai berkarya sebagai pembimbing di seminari St.Sulpice. Eugenius mau diutus ke tempat itu mengingat para pembimbing seminari (para Sulpician) diusir berdasarkan keputusan kaisar. Sebenarnya uskup Demandolx menawarinya menjadi wakilnya. Namun Eugenius menahan diri untuk tidak menerima tawaran yang prestisius itu. Ia ingin lebih membaktikan diri secara penuh dan luas bagi pelayanan kepada orang miskin dan sederhana.
Kurang dari setahun Eugenius bekerja di seminari. Pada minggu terakhir bulan Oktober 1812, ia kembali ke Aix dan tinggal di rumah ibunya. Kepada uskup Aix, dalam suratnya beberapa bulan sebelumnya, ia telah mengungkapkan rencananya untuk melaksanakan karya kerasulan bagi orang-orang miskin dan anak-anak. Uskup bersedia memberikan kepadanya kesempatan untuk mewujudkan rencana tersebut sekalipun sebenarnya keuskupan juga kekurangan imam untuk pelayanan paroki.
Eugenius memerlukan waktu persiapan selama empat setengah bulan dengan rekoleksi dan studi yang mendalam agar dapat melihat dengan lebih jelas keadaan kaum miskin di keuskupannya beserta kebutuhan mereka. Dalam persiapannya itu, Eugenius ditemani oleh bruder Maur, seorang trappist yang sedang menunggu dibukanya kembali biaranya. Mereka telah saling mengenal ketika masih di seminari St.Sulpice. Ini menjadi pengalaman Eugenius yang pertama kalinya hidup bersama dengan seorang bruder. (Kelak bruder itu menjadi anggota kongregasinya.). Mereka berdua tinggal di rumah ibu Eugenius di jalan Papassaudi dan “kebun” milik keluarga di pinggiran kota Aix.
Akhirnya Eugenius me-“launching” karya pelayanannya dengan berkotbah bagi umat biasa di gereja Medeleine, Aix pada hari minggu pertama masa prapaska tahun 1813. Kotbahnya dalam bahasa Provencal itu dihadiri oleh banyak umat dari lapisan kelas bawah. Dalam kotbahnya itu, Pastor Eugenius menyampaikan instruksi-instruksi informal bagi para tukang, pembantu rumah tangga dan orang miskin lainnya.
Eugenius ingin menujukan karya kerasulannya bagi mereka yang miskin dan terlantar. Mereka ini adalah 1) kelompok para tukang, pembantu rumah tangga, kaum papa ; 2) muda-mudi Aix ; 3) tahanan, baik tawanan biasa maupun tawanan perang.
Karena begitu besar semangat merasulnya di penjara, Eugenius sendiri terjangkit tipus yang amat parah, sampai perlu juga menerima sakramen minyak suci. “Eugenius’s typhus had a salutary effect,” demikian tulis Alfred A. Hubenig OMI dalam bukunya yang berjudul Living in the Spirit’s Fire. Peristiwa itu menyadarkannya bahwa demi suatu pelayanan yang efektif, ia tidak dapat bekerja sendirian. Ia membutuhkan sebuah kelompok rekan kerja – sebuah komunitas imam yang sependirian-sependapat.

25 Februari 2009

Santo Eugenius : Bapa Pendiri Kongregasi OMI (2)



Inilah pengalaman rohani St. Eugenius pada hari Jumat Agung di tahun 1807.

Pada Sebuah Jumat Agung 1807*

“Aku mencari kebahagiaan di luar Allah
dan setelah sekian lama yang kutemukan hanyalah penderitaan.
Betapa sering di masa lalu hatiku tercabik, tersiksa,
memohon bantuan kepada Allah yang telah kutinggalkan.
Dapatkah aku melupakan airmata kesedihan yang mengalir
saat aku memandang Salib pada hari Jumat Agung itu?
Memang airmata itu mengalir dari dasar lubuk hatiku
dan tidak ada yang dapat mencegahnya.
Airmata itu terlalu banyak untuk bisa kusembunyikan
dari orang lain yang juga hadir dalam perayaan yang mengharukan itu.
Aku dalam keadaan berdosa berat
dan inilah yang membuat hatiku amat sedih.

Kemudian, di lain kesempatan,
aku dapat merasakan perbedaannya.
Belum pernah jiwaku merasa sebegitu lega,
Belum pernah jiwaku merasa lebih berbahagia.
Ini semua hanya karena, di sela-sela banjir airmata,
meskipun sedih atau lebih tepatnya, berkat kesedihanku,
jiwaku melompat sampai pada tujuan akhirnya,

yaitu Allah, satu-satunya Tujuan,
yang bila sampai hilang akan amat terasa
Untuk apa bercerita lebih banyak lagi?
Memangnya aku akan pernah mampu mengungkapkan dengan tepat
apa yang aku alami pada saat itu?
Hanya dengan mengingatnya saja, hatiku selalu diliputi
dengan penghiburan rohani yang manis.

Aku mencari kebahagiaan di luar Allah,
dan di luar Dia, yang kutemukan hanyalah derita dan kemalangan.
Tetapi senangnya – 1000 kali lebih senangnya- bahwa Bapa yang baik,
meskipun ketidaklayakanku, menghujaniku dengan kekayaan belas kasihNya.
Satu hal yang sekurang-kurangnya dapat kulakukan sekarang
adalah menebus waktu-waktu yang telah hilang percuma itu
dan menggandakan cintaku kepadaNya.
Biarlah seluruh perbuatanku, pikiranku, dll diarahkan pada tujuan itu.
Adakah penyerahan yang lebih besar daripada,
di dalam segala-galanya dan untuk segala-galanya,
hidup hanya untuk Tuhan,
mencintai Dia di atas segala-galanya,
mencintai Dia secara lebih
karena Aku telah amat terlambat mencintaiNya.
Yah! Kebahagiaan surga dimulai di sini, di dunia...
Marilah kita memilihnya sekarang!


*Pengalaman di atas baru beliau catat dalam sebuah retret pada tahun 1814

23 Februari 2009

St Eugenius de Mazenod : Bapa Pendiri Kongregasi OMI ( 1 )

Masa Muda Eugenius

Eugenius de Mazenod ( yang sewaktu kecil biasa dipanggil dengan sebutan “Zeze”) lahir pada tanggal 1 Agustus 1782 di kota Aix-en-Provence, Perancis. Ayahnya bernama Charles-Antoine de Mazenod. Ia seorang bangsawan sekaligus seorang ahli hukum yang sejak usia 26 tahun sudah menjabat sebagai Kepala kantor Badan Pengawas Keuangan Negara di Provence yang berkantor di kota Aix. Ibunya Marie-Rose Joannis, bukan keturunan bangsawan tetapi memang berasal dari salah satu keluarga kaya raya. ( Kakek Eugenius adalah seorang profesor di fakultas Obat-obatan di Universitas Aix sekaligus penasehat Raja. Beliau juga mempunyai usaha apotek yang maju.) Eugenius mempunyai seorang adik perempuan yang bernama Charlotte Eugenie Antoinette atau biasa dipanggil dengan sebutan “Ninette”.
Ketika Revolusi Perancis berkobar pada tahun 1789, Eugenius terpaksa berpisah dari ibunya dan mengikuti ayahnya melarikan diri dari kejaran tentara revolusi. Selama sekitar 11 tahun ia harus pindah dari kota yang satu ke kota yang lain. Ia meninggalkan Aix dan menyembunyikan diri di beberapa kota seperti Nice, Turin, Venesia, Napoli, Palermo dan akhirnya setelah Napoleon berkuasa, Eugenius bisa kembali lagi ke kampung halamannya.
Pada tahun 1807, bertepatan dengan hari Jumat Agung, saat sedang berdoa di hadapan salib Kristus, Eugenius menerima pengalaman rohani yang dahsyat. Pada saat itu mata hatinya terbuka akan betapa besarnya kasih Allah kepadanya melalui PuteraNya Kristus sang Penyelamat dunia. Eugenius menjadi sadar akan masa lalunya yang penuh dosa. Ia merasa begitu terlambat membalas kasih Allah. Sejak hari itu Eugenius bertekad untuk hidup demi Allah. Ia mau menjadi Rekan Kerja Kristus Sang Penyelamat.
Pada tanggal 12 Oktober 1808 (hampir setahun setelah pengalaman Jumat Agung itu), Eugenius masuk seminari St.Sulpice di Paris. Akhirnya ia ditahbiskan sebagai seorang imam pada tanggal 21 Desember 1811.
Bom Paling Dahsyat

Beberapa tahun yang lalu, dalam suatu perjalanan ke Tanah Suci, seorang bernama James Martin membeli satu set patung kisah kelahiran yang lengkap, terdiri dari patung kanak kanak Yesus, Maria, Yosep dan para gembala.
Ketika ia tiba di Bandara Tel Aviv dalam perjalanan kembali ke Amerika, keamanan begitu ketat. Petugas bea cukai memakai alat sensor x-ray memeriksa setiap barang, termasuk juga patung kanak-kanak Yesus itu.
"Kami tidak boleh mengambil resiko," kata petugas itu kepada James Martin. "Kami harus yakin bahwa tidak ada sedikitpun bahan peledak di dalam bawaan anda ini!"
Sejenak Martin berpikir dalam hati, "Seandainya sajamereka tahu! Patung ini sebenarnya mengandung bahan peledak yang paling dahsyat di dunia." (Apakah pembaca juga sependapat dengan James Martin bahwaYesus adalah kekuatan paling dahsyat di atas muka bumi ini?)